Bangunan-bangunan yang telah dicagarbudayakan tahun 2010 1. Bank BNI 1946 Pada jaman Belanda, gedung ini digunakan untuk kantor Asuransi yang diberi nama Kantor Niil Maatschappij. Pada pendudukan Jepang digunakan sebagai kantor Radio Jepang dengan nama Hoso Kyoku. Selanjutnya pada jaman revolusi dipergunakan sebagai kantor Radio Republik Indonesia dan pernah mendapat serangan udara dari kapal udara Inggris RAF pada tahun 1945. Bangunan ini menghadap ke arah utara, terdiri dari dua lantai. Bentuk arsitektur gaya Indis, dinding dihiasi dengan roster yang berfungsi sebagai sirkulasi udara dan pencahayaan sekaligus untuk mempercantik tampilan arsitektural. 2. Gedung SMP Negeri 6 Bangunan ini sejak zaman Belanda digunakan untuk HIS. (Hollands Inlandsche School). Sekolah ini merupakan perubahan sekolah Kelas I yang terjadi pada tahun 1914 dan merupakan bagian dari sekolah barat. Di Yogyakarta ada dua buah sekolah seperti ini yaitu di Tungkak (SD Pujokusuman) untuk Yogyakarta Selatan dan di Jetis (SMP 6) untuk Yogyakarta Utara. Pada masa Jepang, bangunan ini digunakan sebagai gedung Sekolah Rakyat (SR). SR adalah sekolah pendidikan tingkat dasar seperti SD saat ini. Pada masa clash II tahun 1949, gedung SMP 6 digunakan sebagai markas Bala tentara Belanda. Pada tahun 1950-1960 bangunan ini digunakan secara bergantian sebagai gedung SGA dan SGB. SGA adalah sekolah guru Atas yang menyiapkan guru SMP, sedangkan SGB adalah sekolah guru SD. Pada tahun 1960 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Nomor 167/SK/ B/III tertanggal 25 Mei 1960 SGB Negeri I Yogyakarta diganti menjadi SMP VI Yogyakarta. Seluruh guru dan sebagian karyawan SGB menjadi guru dan karyawan SMP. Bangunan merupakan peninggalan masa kolonial Belanda, dengan ciri – ciri jendela yang lebar dan langit – langit(plafond) yang tinggi. Arah hadap bangunan ke utara. Secara arsitektural, bangunan-bangunan yang berada SMP 6 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bangunanya tinggi, besar, , jendela dan pintu besar dengan krepyak langit-langit tinggi, mempunyai roster pada dinding-dindingnya, dan mempunyai halaman luas di depan sekolah. 3. Gedung Kantor Pos Besar Kantor Pos dibangun sejak pemerintahan Belanda sekitar tahun 1800an. Semula bangunan ini bernama Post en telegraafkantoor. Sampai sekarang bangunan tersebut masih berfungsi sebagai kantor pos dengan nama Kantor Pos Besar Yogyakarta. Bangunan ini menghadap ke arah utara, denah bangunan berbentuk tapal kuda. Bangunan ini terdiri atas dua lantai. Arsitektur yang tampak pada bangunan ini adalah arsitektur indis. 4. Klenteng Poncowinatan (Kranggan) Klenteng Kwan Tee Kiong atau lebih dikenal dengan Klenteng Poncowinatan dibangun oleh etnis Tionghoa pada tahun 1879 M. Tanahnya merupakan hibah dari Sultan Hamengku Buwono VIII. Klenteng ini menghadap ke selatan, dimaksudkan untuk menghormati Keraton Yogyakarta. Sebagai klenteng tertua di Yogyakarta, klenteng ini dilengkapi dengan fasilitas pendidikan, yaitu Sekolah Dasar Tionghoa modern pertama bernama Sekolah Tiong Hoa Hak Tong yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang didirikan tahun 1907. Sekolah ini berada di sebelah barat klenteng yang saat ini digunakan sebagai Sekolah Budaya Wacana. 5. Gedung Bank Indonesia Kantor Cabang "Djokdjakarta" yang saat ini disebut Kantor Bank Indonesia Yogyakarta dibuka pada tanggal 1 April 1879, sebagai KC De Javanche Bank ke-8. Pendiriannya terutama untuk mengakomodasi usulan perusahaan yang memiliki kepentingan bisnis di daerah ini yakni Firma Dorrepaal & Co., Semarang. Pada tanggal 9 Maret 1942, kegiatan De Javanche Bank sempat terhenti bersamaan dengan masa pendudukan Jepang yang disusul dengan penglikuidasian bank-bank milik Belanda, Inggris dan Cina. Kemudian Nanpo Kaihatsu Ginko difungsikan sebagai bank sirkulasi untuk wilayah Jawa. Pada tanggal 30 Desember 1948, KC Djokdjakarta mulai beroperasi kembali namun kemudian ditutup kembali pada 30 Juni 1949 bersamaan dengan Agresi Belanda ke-2. Namun akhirnya pada tanggal 22 Maret 1950 beroperasi kembali. Dengan diberlakukannya UU No.11/1953 pada 1 Juli 1953, De Javanche Bank berubah menjadi Bank Indonesia, sehingga seluruh KC De Javanche Bank berubah menjadi KC Bank Indonesia, termasuk KC Yogyakarta. Seiring dengan perkembangan kegiatan operasional yang meningkat, tanggal 4 Februari 1993 gedung baru yang bersebelahan dengan gedung lama diresmikan. Selanjutnya sebutan Kantor Cabang Yogyakarta sejak tanggal 1 Agustus 1996 berubah menjadi Kantor Bank Indonesia Yogyakarta. Bangunan ini menghadap ke utara, terdiri dari dua tingkat dan satu basement. Arsitektur yang tampak pada bangunan ini menunjukkan ciri arsitektur Eropa. 6. Gedung Gereja Santo Antonius Perintis pendirian Gereja Santo Antonius Kotabaru adalah Romo F. Strater. Sebelum Gereja tersebut berdiri Romo F. Strater merintis pendirian Kolsani (Kolese Santo Ignatius) dan Novisiat Kolsani yang telah dimulai pada tanggal 18 Agustus 1922. Kolsani ini juga mempunyai kapel yang terbuka untuk umum. Dengan adanya perkembangan umat yang terus bertambah maka Romo F. Strater memandang perlu didirikan gereja yang lebih besar dan representatif, tetapi dengan suatu syarat bahwa gereja tersebut diberi nama St Antonius van Padua. Pembangunan gereja tersebut selesai pada tahun 1926. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 Kolsani menjadi tempat penampungan suster-suster dan wanita-wanita Belanda interniran, Seminari Tinggi yang letaknya di sebelah barat gereja menjadi kantor tentara Jepang dan Gereja Santo Antonius Kotabaru menjadi gudang dan kemudian tidak berfungsi lagi menjadi gereja. Pada tahun 1944 pastur pertama Kotabaru Rama Strater SJ dibunuh oleh tentara Jepang karena mengadakan rapat rahasia bagi beberapa kepala sekolah Kanisius seluruh D.I. Yogyakarta. Oleh karena Gereja Kotabaru sudah tidak berfungsi lagi menjadi gereja maka kemudian dicarikan sebuah rumah kuno berbentuk joglo di daerah Kumetiran. Rumah ini kemudian dijadikan gereja. Setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia tahun 1945, maka Kolsani dan Gereja Santo Antonius Kotabaru berfungsi kembali menjadi gereja seperti semula. 7. Gedung SMU Negeri 3 Bangunan ini sejak zaman Belanda digunakan untuk Algemeene Middelbare School (AMS) afd. Bm yang didirikan pada tahun 1919. Pada masa pemerintahan bala tentara Jepang Dai Nippon sekolah ini dinamai Sekolah Menengah Tinggi. Sekolah ini terbagi menjadi dua bagian yaitu A (ilmu kebudayaan) dan B (ilmu alam). Pelajaran yang diberikan kepada para murid diatur dan diawasi oleh Dai Nippon. Hal ini menyebabkan guru dan murid yang sebagian besar orang Indonesia itu tertekan batinnya. Akibatnya guru dan murid bersatu untuk memerangi tekanan dengan cara membentuk wadah padmanaba pada tanggal 19 September 1942. Oleh karena siswa SMT bagian A dan B makin banyak, maka pada tahun 1946/1947 sekolah ini dipisah, bagian A berada di jalan Pakem, sedangkan bagian B berada di jalan Jati Kotabaru. Pada masa Clash I tanggal 21 Juli 1947 sekolah ini libur besar selama 3 bulan karena bangunannya dijadikan markas pejuang. Setelah Clash I sekolah ini kebanjiran murid sehingga dibuka sekolah Darurat dan sekolah pejuang pada tahun ajaran 1947/1948. Pada masa Clash II, sekolah SMA 3 digunakan Belanda untuk Markas tentara Belanda. Pada masa ini sekolah ditutup kembali. Pada masa ini banyak anggota Padmanaba ikut mengangkat senjata, bergabung dalam TP (Tentara Pelajar). Banyak diantara mereka yang gugur saat terjadi pertempuran di Kotabaru, antara lain Faridan M Noto, Suroto, Kunto, Sudiarto, Joko Pranoto, Jumerut, Kunarso, Suryadi dan Purnomo. Pada tahun 1956, SMA ini berubah nama menjadi SMA IIIB dan tahun 1964 berubah menjadi SMA Negeri 3 Yogyakarta. 8. Gedung Kepatihan Bangunan ini berdiri pada masa Sultan Hamengku Buwana I. Dahulu digunakan sebagai kantor kerja Pepatih Dalem atau rijkbestuurder sekaligus tempat tinggal. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana IX tempat kerja pepatih dalem dipindahkan ke Kraton dan sejak 1 Agustus 1945 pepatih dalem terakhir Danureja VIII dipensiun karena sudah lanjut usia. Pada masa revolusi bangunan ini digunakan sebagai Kantor Penerangan DIY tepatnya tanggal 13 Juni 1946. Pada masa sekarang bangunan ini digunakan menjadi Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara keseluruhan kompleks Kepatihan berarsitektur tradisional Jawa uyang terdiri dari Pendapa, Dalem Ageng, Gandhok dan Gadri. Di sebelah barat dilengkapi dengan masjid. Selain itu juda terdapat bangunan penunjang seperti Bale Mangu dan sebagainya. Keseluruhan komplek dibatasi pagar keliling dengan pintu utama di sebelah barat. 9. Gedung Museum Sasmitaloka Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1890, untuk pejabat Keuangan Pura Pakualaman bernama Tuan Wijnschenk. Pada masa pemerintahan Jepang 1942–1945, bangunan digunakan untuk keperluan pribadi para opsir Jepang. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI ditempati oleh Kompi Tukul dari Batalyon Suharto selama 3 bulan. Sejak 18 Agustus 1945 dan setelah pelantikan Kolonel Sudirman menjadi Panglima Besar, digunakan untuk rumah dinasnya sekaligus sebagai tempat tinggal. Pada waktu clash II tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 27 Desember 1949 digunakan sebagai markas IV G brigade T. Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda ke RI, digunakan untuk Komando militer Kota Yogyakarta dan asrama Resimen Infanteri 13 dan Penderita cacat. Tanggal 17 Juli 1982, digunakan untuk museum khusus peninggalan peralatan yang pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman ketika memimpin perang gerilya. Bangunan ini berdinding keramik, bentuk atap limasan dengan rangka dari kayu, penutup atap menggunakan sirap, lantai tegel motif. Denah bangunan berbentuk segi empat, menghadap ke arah timur. Bentuk arsitektur menunjukkan gaya campuran, terlihat pada tiang dengan bentuk dasar corintia, dihias motif tradisional seperti tiang-tiang di kraton. Pintu dan jendela terdiri dari daun krepyak dan kaca dengan ukuran relatif besar, untuk mendapatkan penghawaan dan pencahayaan alamiah yang optimal. 10. Gedung SMP Negeri 1 Bangunan ini dibangun pada masa Belanda sebagai gedung untuk sekolah AMS A (Algemene Middelbare School A). Pada masa pemerintahan Jepang, tepatnya 11 September 1942 didirikan SMP 1 yang semula menempati gedung bekas Neutralle Mulo (sekarang SMP 8). Kemudian sejak tahun 1943, SMP 1 menempati gedung bekas AMS A ini hingga sekarang. Bangunan terdiri atas bangunan induk, bangunan sisi selatan, dan bangunan sisi utara yang merupakan bangunan olahraga dan kesenian. Bangunan induk memanjang utara-selatan dengan kanopi menghadap ke timur. Pada saat ini, bagian tengah dan sisi selatan sudah ditambah dengan gedung baru untuk ruang kelas dan kantor administrasi. 11. Gedung Rumah Sakit Panti Rapih Bangunan ini dulu merupakan Rumah Sakit Onder De Bogen. Rumah sakit ini berdiri atas inisiatif Romo Strater, SJ dan Katholieke Sociate Bond. Pendirian bangunan tersebut mendapat dukungan penuh oleh Ir. Schmutzer, direktur PG. Gondanglipuro, Ganjuran. Peletakan batu pertama oleh Ny. CTM. Schmutzer van Rijekervorrel pada tanggal 14 September 1928. Pada tanggal 14 September 1929, bangunan ini diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwana VIII dan diberi nama Rumah Sakit Onder de Bogen yang berarti "di bawah lengkungan", karena bangunan tersebut dihiasi banyak lengkung yang merupakan gambaran dari suatu kebulatan tekad untuk memberikan cinta kasih terhadap sesama. Pada masa pendudukan Jepang nama Rumah Sakit Onder de Bogen oleh Mgr. Albertus Soegijopranoto, SJ diganti dengan nama baru yaitu Panti Rapih yang berarti rumah penyembuhan. Di rumah sakit ini terdapat paviliun yang pernah ditempati oleh Panglima Besar Jendral Sudirman dan Sultan Hamengku Buwana VIII sewaktu sakit. Bangunan rumah sakit ini menghadap ke barat. Pada bagian depan terdapat kanopi berbentuk limasan, namun meruncing pada ujungnya yang berfungsi sebagai ventilasi udara. Seluruh pintu dan jendela bangunan berbentuk lengkungan. 12. Gedung KONI Bangunan ini didirikan pada tahun 1775 oleh masyarakat Cina. Pada awalnya bangunan ini merupakan gedung kesenian yang diberi nama CHTH. Sekitar tahun 1967 bangunan ini dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia, kemudian digunakan sebagai kantor Kesra Kodya Yogyakarta. Sejak tahun 1978 digunakan sebagai kantor KONI Provinsi DIY. Gedung ini berdenah segi empat dengan atap limasan. Pada bagian depan terdapat beranda dengan tiang dari besi dan pada bagian belakang terdapat ruang pertunjukan untuk kesenian. 13. Kraton Yogyakarta Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Yogyakarta) merupakan salah satu bagian dari Dinasti Mataram Islam yang masih eksis sampai saat ini. Kraton Yogyakarta didirikan oleh RM Sujana atau lebih dikenal Pangeran Mangkubumi setelah adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yaitu perjanjian yang ditanda tangani oleh Pangeran mangkubumi dan Pakubuwono III yang disaksikan oleh pihak Belanda pada waktu itu. Garis besar isi perjanjian ntersebut adalah tentang palihan Nagari atau terbaginya kerajaan Mataram Islam menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. 14. Puro Pakualaman Terbentuknya Kadipaten Paku Alaman diawali dari rangkaian peristiwa konflik yang terjadi antar pemerintah ppenjajah Inggris dan Belanda di satu pihak, dengan pemerintah kesultanan di pihak lain. Pada masa itu Pangeran Natakusuma (putra Sultan Hamengku Buwana I) dinobatkan oleh Gubernur Jendral Raffles sebagai Pangeran Amardiko pada tanggal 29 Juni 1812. Pengangkatan ini mengakibatkan perpecahan keluarga kesultanan yang diwujudkan dengan pembagian wilayah antara Kasultanan Ngayogyakarta dan kadipaten Paku Alaman.Setelah resmi menjadi Adipati begelar Sri Pakualam, Pangeran Natakusuma mulai membangun istana Pakualaman yang terletak di kampong Notokusuman. 15. Dalem Tejokusuman Menurut beberapa cerita dari masyarakat sekitar Dalem ini berumur sekitar 65 tahun, sehingga dulu penghuninya sudah beberapa generasi. Dahulu menjadi pusat seni tari, dari anak-anak hingga remaja belajar menari di pendapa maupun di halaman. Pada halaman lainnya juga diadakan latihan pencak yang dipimpin oleh RM Harimurti yang terkenal dengan nama Ndoro Hari. Kini Dalem Tejokusuman telah berpindah tangan karena sudah dibeli oleh Gramedia Jakarta, dan sekarang Dalem ini difungsikan untuk kantor, yaitu pada bagian samping dan bagian depan. Dalem ini menghadap ke Selatan dan berdenah persegi panjang. Pendapa berbentuk joglo dengan umpak berhias suluran dengan pintu gerbang yang sudah direhab. Bangunan utama tidak dipakai dan tidak terawat, sedangkan pemakaian untuk kantor di sebelah timur. Bagian ini sudah direhab dengan bentuk seperti rumah sekarang ini. 16. Kantor Dinas Pariwisata Seni Dan Budaya Kota Yogyakarta Keberadaan bangunan ini dikaitkan dengan rute Gerilya Jenderal Sudirman yang merupakan rute terakhir setelah 7 bulan bergerilya. Sebelumnya bangunan ini merupakan tempat tinggal Jenderal Urip Sumoharjo. Bangunan yang sekarang terlihat ini telah mengalami penambahan yaitu pada bagian depan gedung induk dan sayap kanan kiri. Di depan bangunan induk, diletakkan monumen yang menyatakan bahwa tempat ini pernah digunakan sebagai tempat akhir rute gerilya Panglima besar Jenderal Sudirman. Pernyataan tersebut tertera dipermukaan lempengan tembaga yang berbunyi : TETENGER Jalan Suroto. Bangunan masih asli dan terpelihara. Denah bangunan berbentuk segi empat dengan arah hadap ke tenggara, terdiri atas 3 unit dengan bentuk atap kerucut di tengah dan di kanan kiri berbentuk limasan. Bentuk bangunan secara keseluruhan menunjukkan gaya arsitektur peralihan yaitu campuran klasik modern dan tropis. Sebelum digunakan sebagai Kantor Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, bangunan ini pernah digunakan sebagai Kantor Transmigrasi.
No comments:
Post a Comment